Investree Bangkrut, Faktor di Balik Gagalnya Pionir Fintech Indonesia

Investree Bangkrut, Faktor di Balik Gagalnya Pionir Fintech Indonesia

Share

Industri financial technology (fintech) di Indonesia telah tumbuh pesat dalam dekade terakhir, dengan beberapa platform seperti Investree muncul sebagai pelopor. Didirikan pada tahun 2015 oleh Adrian Gunadi dan Amiruddin Al-Rahab, Investree adalah salah satu perusahaan peer-to-peer (P2P) lending pertama di Indonesia. Platform ini didesain untuk menghubungkan pemberi pinjaman (lender) dengan peminjam (borrower), khususnya dari kalangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang sering kali kesulitan mendapatkan akses pembiayaan dari bank konvensional. Selama beberapa tahun, Investree tumbuh pesat dan meraih banyak penghargaan atas inovasinya dalam memfasilitasi pembiayaan digital.

Namun, pada Oktober 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha Investree karena perusahaan tidak memenuhi persyaratan modal minimum dan rasio kredit macet yang semakin tinggi?. Dalam artikel ini, kita akan membahas faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan Investree, serta pelajaran yang dapat dipetik dari kegagalan pionir fintech ini.

Faktor-faktor di Balik Kebangkrutan Investree

Meskipun pernah berada di puncak industri fintech, Investree tidak mampu menghindari masalah internal dan eksternal yang akhirnya menyebabkan kebangkrutannya. Berikut adalah beberapa faktor utama di balik kegagalan pionir fintech ini:
a. Kredit Macet yang Semakin Meningkat

Salah satu masalah terbesar yang dihadapi Investree adalah peningkatan kredit macet di platformnya. Sejak tahun 2023, UMKM yang menjadi borrower utama Investree mulai kesulitan membayar kembali pinjaman mereka, terutama di sektor-sektor seperti tekstil dan garmen yang mengalami penurunan permintaan secara global. Hal ini diperparah dengan ketidakstabilan ekonomi pasca-pandemi yang membuat banyak bisnis kecil terpuruk.

Rasio tingkat keberhasilan pengembalian dana dalam 90 hari (TKB90), yang menjadi ukuran performa P2P lending, mulai menurun secara signifikan. Menurut laporan pada 2024, rasio kredit macet Investree telah melampaui ambang batas 5% yang ditetapkan oleh OJK. Ini menunjukkan semakin banyak borrower yang gagal melunasi pinjaman tepat waktu, sehingga membahayakan likuiditas perusahaan dan merusak kepercayaan lender.

faktor faktor di balik kebangkrutan investree
b. Manajemen Risiko yang Kurang Efektif

Manajemen risiko yang buruk menjadi salah satu penyebab utama di balik meningkatnya kredit macet di Investree. Sebagai platform P2P lending, Investree seharusnya memiliki mekanisme yang lebih ketat dalam mengevaluasi kelayakan kredit borrower, khususnya di sektor UMKM yang sering kali lebih rentan terhadap fluktuasi pasar. Namun, lonjakan kredit macet menunjukkan bahwa perusahaan gagal dalam menerapkan kebijakan mitigasi risiko yang efektif untuk melindungi lender dari potensi kerugian besar.

c. Pergantian Manajemen dan Krisis Kepemimpinan

Pada awal tahun 2024, Adrian Gunadi, CEO Investree, diberhentikan dari jabatannya akibat kegagalan perusahaan dalam mengatasi krisis kredit macet. Pergantian kepemimpinan ini terjadi di tengah ketidakstabilan internal yang semakin memperburuk kondisi perusahaan. Setelah Adrian meninggalkan perusahaan, rumor menyebutkan bahwa ia meninggalkan Indonesia, yang menimbulkan spekulasi lebih lanjut tentang kondisi internal perusahaan. Hilangnya pemimpin yang berpengaruh seperti Adrian semakin menurunkan kepercayaan dari lender dan investor.

d. Ketidakpatuhan Terhadap Regulasi OJK

Salah satu faktor terbesar yang menyebabkan kebangkrutan Investree adalah ketidakmampuannya memenuhi persyaratan modal minimum yang ditetapkan oleh OJK. OJK menetapkan bahwa setiap platform P2P lending harus memiliki modal minimum tertentu untuk memastikan keberlanjutan operasionalnya dan melindungi kepentingan lender serta borrower. Namun, pada Oktober 2024, OJK menemukan bahwa Investree tidak lagi memenuhi persyaratan ini, yang akhirnya memicu pencabutan izin usaha perusahaan.

Keputusan ini menjadi pukulan terakhir bagi Investree, yang tidak lagi dapat melanjutkan operasionalnya. Tanpa izin dari OJK, platform tidak lagi bisa beroperasi secara legal di Indonesia, yang pada akhirnya menyebabkan kebangkrutan.

Pelajaran dari Kasus Investree

Kebangkrutan Investree adalah salah satu contoh nyata tentang tantangan yang dihadapi perusahaan fintech dalam menjalankan bisnis P2P lending. Berikut adalah beberapa pelajaran penting yang bisa diambil dari kasus ini:
a. Manajemen Risiko yang Baik adalah Kunci Kesuksesan

Salah satu pelajaran terbesar dari kasus Investree adalah pentingnya manajemen risiko yang efektif dalam bisnis P2P lending. Tanpa evaluasi risiko yang tepat, platform P2P lending akan rentan terhadap lonjakan kredit macet, yang bisa menghancurkan kepercayaan lender dan merusak likuiditas perusahaan. Investree seharusnya lebih ketat dalam menilai kelayakan kredit borrower, terutama di sektor-sektor yang lebih rentan terhadap fluktuasi pasar.

manajemen risiko yang kurang efektif
b. Kepatuhan terhadap Regulasi Tidak Bisa Diabaikan

Kepatuhan terhadap regulasi adalah fondasi dari setiap bisnis fintech yang beroperasi di bawah pengawasan OJK. Pencabutan izin Investree menunjukkan betapa pentingnya memastikan bahwa platform P2P lending memenuhi persyaratan modal minimum dan ketentuan lainnya. Perusahaan yang gagal mematuhi regulasi akan menghadapi konsekuensi serius, seperti yang dialami oleh Investree.

c. Kepemimpinan yang Stabil Sangat Penting

Pergantian kepemimpinan yang tiba-tiba dan krisis manajemen dapat memperburuk situasi di perusahaan yang sudah menghadapi masalah internal. Investree kehilangan sosok pemimpin kunci seperti Adrian Gunadi di saat perusahaan sedang berada di ambang krisis. Situasi ini semakin mempercepat kejatuhan perusahaan, yang pada akhirnya merusak kepercayaan lender dan investor.

kepemimpinan yang stabil sangat penting

Kesimpulan

Investree pernah menjadi pionir di industri fintech Indonesia dengan inovasinya dalam pembiayaan UMKM melalui platform P2P lending. Namun, masalah internal seperti kredit macet yang tak terkendali, manajemen risiko yang buruk, krisis kepemimpinan, dan ketidakpatuhan terhadap regulasi menyebabkan perusahaan ini runtuh.

Kasus kebangkrutan Investree memberikan pelajaran penting bagi industri fintech di Indonesia. Inovasi teknologi dan pertumbuhan yang cepat tidak akan cukup jika tidak diiringi dengan tata kelola yang baik, manajemen risiko yang ketat, dan kepatuhan terhadap regulasi yang ada. Bagi para pemain fintech lainnya, penting untuk belajar dari kegagalan Investree dan memastikan bahwa platform mereka dikelola dengan baik demi melindungi lender, borrower, dan keberlanjutan perusahaan mereka sendiri.

Pilihan Rekomendasi Broker

Berikut pilihan rekomendasi broker yang telah kami uji secara langsung dari sisi keamanan dana, kualitas eksekusi, kemudahan deposit dan penarikan, serta banyak hal lainnya. Silahkan klik link berikut.

Indovestory Portal Berita Forex Terkini

Indovestory merupakan portal berita yang memberikan informasi terkini dan edukasi seputar kegiatan perdagangan valas atau Trading Forex.

Kategori

ForexCryptoSaham

Hubungi Kami

Berlangganan Informasi Terbaru

Subscribe
Send Message

Get Latest news daily to your mail